Selasa, 19 April 2016
Sabtu, 16 April 2016
Senin, 11 April 2016
nyeker...nyeket....,
Nyeker....,
klo dalam pemahaman basa jawa itu identik prilaku ayam. yang senang menggarukkan cakar kuku-nya di permukaan tanah. Tabiat mengais demi mencari makan. Garuk tanah sana-sini.. sambil mencari peluang sesuap pakan. Dalam bentuk apapun. Mau cacing... aneka jenis biji-bijian hingga sekedar ampas makanan sisa manusia. Pokoknya secara insting alamiah-nya dia bergerak sesuai fitrah demi menunjang sirkulasi hidupnya.
Ya.. gak beda dengan manusia. Ber-aktivitas keseharian selain bekerja juga memenuhi kebutuhan hidup. Pakan.... ya mangan kui. Demi subsidi energi untuk tujuan menunjang kegiatan rutinitas sehari-hari. Tapi tentu konotasi yang beda secara harkat kemanusiaan.
Nyeker sehari-hari... seperti kegiatan yang kami lakukan. Antar barang...belanja keperluan untuk memenuhi orderan pihak pemesan yang rata-rata ngurusi soal katering. Lagi-lagi..., gak lepas dari soal sirkulasi rantai makanan.
Sementara nyeket itu merujuk pada kegiatan pengisi. Live sketching...urban.. hingga konotasi sketch-walker. Apapun istilahnya. Pastinya skething sedikit menjadi pelipur lara... dan aktivitas penghibur dibeberapa kurun step of live yang saya alami. Gak banyak... seperti pada kesempatan terakhir. Baru nyanggong depan toko penjual bahan kue dan makanan. Baru saja menyiapkan alat... coretan lugas dan cepat...eh, barang belanjaan sudah naik di bak belakang pick-up. Memang gak banyak varian daftar belanjanya. Sementaraobyek mobil truk Campina keburu beranjak sebelum tuntas coretan.
Sejati-nya fast sketching memang gitu. dari obyek yang terpampang depan mata...seberapa cepat kita mampu merekam esensi dari energi visual yang bisa disajikan melalui gambar. Mengurangi obyek yang gak perlu. Tapi bisa mewakili suasana tempat. Sudut dan eksekusi momentum yang berarti.
Terakhir, kami-pun kudu berangkat Praya. ibu kota Kabupaten di Lombok Tengah. Menuntaskan purna tugas hari itu. Lebih tepatnya merangkap tugas Supplier. Klien tetap langganan kami disana adalah ACS (Aerofood Catering System). Mereka adalah divisi pengelola dan penyuplai makanan siap saji bagi penumpang pesawat Garuda Indonesia. Pusat kantornya berada tepat di jantung kota Praya.. Sementara BIL (Bandara Internasional Lombok) berjarak kurang-lebih 7/8 Km dari sana.
Sudah lepas Duhur....,
waktu-nya konsumsi makan siang. Seperti biasa pilihan paling simpel segera merapat ke salah satu warung Mie Ayam. Ujung-ujungnya ayam lagi...ayam lagi. Agak sama esensi kondisi dengan judul termaktub. Sayangnya di tempat ini adalah warung opsi ke-2. Biasanya kami lebih cepat mangkal di warung mas Trisno. Lokasinya persis sebelah barat ujung lahan ACS. Menu utama bakso...juga Mie Ayam. Namun kadang disertai bubuh menu tambahan berupa Ceker Ayam.
Nyeker yuk!!!!
Minggu, 10 April 2016
Jumat, 08 April 2016
hikayat RUSA
Logo & simbol...,
mestinya merupakan refleksi dari realitas dan kandungan falsafah.. nilai-nilai keselarasan hidup dan lingkungan setempat yang identik. Ini masih tentang reputasi biota. Fauna maskot yang harkat-nya kian tergradasi. Jadi, swear ini semata semangat ber-parodi. Namun tetap dengan menyelaraskan kaidah environmental's values yang layak dipertimbangkan.
Dikaji ulang demi keselarasan lingkungan dan konservasi biota non endemik. Eksistensi dan keberlanjutan sinambung daur hidup satwa-satwa identik khas daerah.
Flexible brush markers
Bingo..,
Ini baru tahap awal coba perangkat baru. Brush marker flexible nib dengan merk Koi-Sakura. 6 Grey set. Selain tahap kenal karakter alat... yang paling menyusahkan justru bagaimana tehnik penyajian gelap-terang sesuai karakter obyek yang langsung di-amati. Tantangan paling vital nurut saya jika dikaitkan dengan karakter warna monokrom.
Tapi ada juga alasan lain. Secara nominal harga perangkat ini masih cukup terjangkau. Cuma susahnya gak tersedia di pasaran lokal. Kudu disiasati buru di bursa toko on-line semisal tokopedia. Disamping juga dengan hadirnya alat baru itu semacam menimbulkan courisita terbaharukan. Energi jadi bangkit lagi... demi melunasi rasa penasaran yang datang bertubi-tubi.
Tapi ada juga alasan lain. Secara nominal harga perangkat ini masih cukup terjangkau. Cuma susahnya gak tersedia di pasaran lokal. Kudu disiasati buru di bursa toko on-line semisal tokopedia. Disamping juga dengan hadirnya alat baru itu semacam menimbulkan courisita terbaharukan. Energi jadi bangkit lagi... demi melunasi rasa penasaran yang datang bertubi-tubi.
Pastinya begitulah sekelumit tabiat dari penggiat sketsa macem saya. Klo gak sengaja disiasati seperti kecamuk tadi. Pasti bakal gak tergerak menggambar sama sekali. Upaya bersahaja demi menjaga 'tensi' menyalurkan hasrat umbar corat-coret. Motivasi harus datang dari kubu sendiri. Bukankah begitu?
Keep fight with a simply tools.
Rabu, 06 April 2016
Reportase sketsa...,
Seperti biasa,
Maret menjadi momen rutin urus perpanjangan STNK. Gak bisa lagi melalui peron One Stop In, yang merupakan pengelolaan pihak PolDa. Sebab kini tiba jatah pengurusan alih kurun 5 tahunan. Cukup ringkas proses berjalan secara juglak aturan. Dari bayar berkas administrasi... esek-esek alias gosok nomer mesin dan rangka motor. Beralih serah berkas di meja resepsi. Dilayani cukup baik oleh 2 ibu berjilbab. Melengkapi tulisan dan paraf di beberapa kolom isian Tanpa sama sekali melibatkan tangan kita untuk bekerja. Selanjutnya pindah loket lain. Bayar asuransi kurun setahun dinas Jasa Raharja. Mestinya ini sih jadi gak wajib. Hanya porsi kerelaan saja.
Mesti pulang Ampenan lagi. Maklum sudah rada siang. Sedari tadi sudah boyong Fathir yang masih lengkap seragam sekolah-nya. Amunisi pembayaran kurang akibat kurang jeli. Saya pikir STNK jatah per-alih tahun. Belom lagi Fathir merengek minta beli jajan. Hihi.. sementara makan siang rumah saja ya. Urusan ini belum kelar. Hinggap sebentar di rumah, langsung ngebut, pigi NyamSat.
Tapi kali ini gak lupa bekal perangkat sketsa. Biar gak plonga-plongo menunggu jadwal gilir antrian panggil. Cukup versi monokrom mengandalkan charcoal. Obyek persis depan kursi duduk. Ternyata gak pake lama. Saya berjatah nomer panggil 186.. justru yang di panggil 189. Saya-pun gegas konfrontasi.. "ehm, maap masbro.. barusan saya memang sebentar pulang, apa panggilan terlewat yah?" Dilalah peserta antri lain juga protes. Mereka sudah ndeprok sedari tadi di kursi belum juga dipanggil. Hebohnya, nomer urut-nya lebih awal dibawah saya.
Tampak satu bapak dengan baju atribut dinas kebakaran ikutan menyeruak ke loket bayar. "Nih, nomer saya 185 kog juga blom dipanggil?". Badane gempal.. seragam nyesek sesuai bentuk postur tubuh, full press-body! Si staf dinas kebakaran...yang terlihat mulai kebakaran jenggot! meski dagu bersih tanpa rupa jumput bebulu. Rupanya ketidak wajaran nomer urut panggil sudah menyulut rasa ketidak adilan. Bahkan si ibu duduk di samping kiri depan celetuk "Nih, nomer saja malah 184! Gimana seeeeh...?"
Rupanya prediksi saya gak sesuai praduga sebelumnya. Antrian bakal lama. Setidaknya ada kans ambil beberapa angle lain selama ndekam sana. Tibak-nya gak loh! Usai itu kudu beringsut hengkang. Toh sejenak pengamatan, merambah lewat siang pengunjung instansi ini sudah berkurang. Ya sudahlah.. single picture-pun cukup berarti.
Selasa, 05 April 2016
Langganan:
Postingan (Atom)